Selasa, 13 Mei 2014

Travelling is not about the destination, it's about the journey

begitulah.....kita tidak pernah tahu nasib membawa kita kemana, bahkan saat saya menulis status di facebook, tidak pernah kusangka akan mengalaminya... Travelling is not about the destination, it's about the journey... (Desember 2013)

perjalananku di mulai di mesin pencarian online Goggle, mataku segera tertuju pada penawaran jalan jalan ke negeri 1001 larangan, dengan biaya yang terjangkau ( tentu saja langsung melek ) waktu yang tepat, dan teman yang sama sekali belum dikenal. Sabtu pagi, 10 Mei 2014 saya menuju meeting point di stasiun Tanah Abang, ini seperti kencan buta...kami akan bersama selama dua hari ini melakukan perjalan yang belum pernah aku bayangkan saat itu. Basa basi perkenalan pun dimulai dan dengan riuh rendah kami memasuki kereta yang membawa kami ke stasiun Rangkasbitung Banten....yaaa...kami akan ke suku Baduy Dalam. Pukul 11.00 WIB kami sampai di Cibolengger setelah 1,5 jam terguncang guncang di atas minibus menapaki jalan berbatu. Rasa lapar yang dahsyat mengantar kami ke sebuah warung yang dengan setengah terpaksa mengeluarkan semua isi kulkasnya buat kami santap ( lebih sopan kalau disebut kami rampok kalee..)

Setelah sholat Dzuhur yang dijamak dengan Ashar ( qiqiqiqiqiq ) kami bersiap melakukan perjalanan....eits...sebelumnya aku kenalin dulu nih......team super dupernya......


kebayang nggak sech....jalan jalan dengan orang yang sama sekali belum kita kenal ?????, jangan tanya mereka ini siapa saja yach, apalagi nanya latar belakang atau kerjaannya apa ??, bagiku meraka hari itu adalah pengangguran ha...ha..ha....beberapa hanya kenal dengan nama-nama alaynya di Whatapps, walaupun sudah berkenalan ........ aku hanya manusia biasa yang sangat pelupa ( halah, nih mah hanya alasan doang )

all team without me ! tentu saja aku yang memotret demi menjaga kecakepan semua orang disitu...

gambar ini penting banget...secara anak anak ini yang menjual tongsis...eh bukan tongkat jalan ding, dan menjadi penyesalan sepanjang jalan kami mendaki, karena kami tidak ada yang membelinya, masalahnya bukan karena harga ya....waktu itu kami kagak ngerti apa fungsi tuh tongkat di jalan, trus kami nanya dong pada Ipung"the leader", "bang, noh tongkat penting nggak sech??" dan bang Ipung menjawab enteng  " itu mah tergantung selera mbak!!", jelas kami keki dong masa kami cewek cewek super manis berselera hanya sama sebatang tongkat, dengan bergidik kami tinggalkan tuh bocah bocah imut penjual tongkat.

lihatlah senyum senyum ceria kami...tarrraa....lagi-lagi aku nggak ada !!

tanjakan demi tanjakan masih kami lalui dengan "senyuman"


pemandangan sepanjang perjalanan sangat menakjubkan, jauh dari khayalnku sebagai manusia modern....ciee...cieee.....inilah mereka....suku baduy luar.....



suku Baduy luar merupakan orang orang yang telah keluar dari adat dan wilayah baduy dalam, pada dasarnya peraturan yang ada di baduy dalam dan baduy luar hampir sama, cuman warga baduy luar lebih mengenal teknologi seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaanya masih tetap menjadi larangan artinya boleh memiliki tetapi dilarang menggunakan ( hemmmmm.....megang dagu sendiri). Proses pembangunan rumah untuk penduduk baduy luar sudah menggunakan alat bantu seperti palu, paku dll. Sedangkan pakaian adat untuk baduy luar adalah warna hitam atau biru tua untuk laki laki yang menandakan mereka sudah tidak suci. dan mereka tinggal mengelilingi warga baduy dalam.

sekitar dua jam perjalanan, kami melewati jembatan yang merupakan perbatasan wilayah baduy dalam, jembatan yang hanya terbuat dari bambu dan diikat dengan ijuk dan pondasi dari pohon sekitarnya ini sungguh sederhana....saat itulah semua perangkat gadjed dan kamera dan alat perekam apapun harus dimatikan dan disembunyikan dalam tas masing masing, mengapa????????
kami adalah tamu....apapun itu, kami harus menghormati aturan yang sudah ditetapkan disana....atau kami akan kena hukum adat baik yang kasat mata ataupun yang tidak kasat mata....aiiihhhh....untuk yang terakhir itu, kami tobat....nggak mau ambil resiko dach....

suku baduy dalam memiliki budaya yang sangat asli dan tinggal di hutan pedalaman, mereka tidak mengijinkan orang luar tinggal bersama mereka, bahkan menolak orang asing alias bule...( urungkan niat dech kalo punya gebetan bule....kagak bakal bisa masuk dech ....) suku ini sangat taat mempertahankan adat istiadat warisan nenek moyangnya, mereka megenakan pakain putih, ikat kepala putih dan tidak berkancing ataupun berkerah, semua pakaiannya dibuat sendiri, dan setiap bepergian dilarang memakai kendaraan bahkan alsa kaki. weeekkkkk....

suku baduy dalam tidak mengenal budaya baca tulis, anak anak mereka hanya sekitar sewah dan kebun, mereka tidak mengenal perkakas, semua bahan dan alat di ambil dari hutan dan dikerjakan secara gotong royong. penduduk yang memuja arwah nenek moyang ini menolak beradpatasi dengan dunia modern,  baginya beginilih cara melestarika adat leluhurnya, sehingga banyak cerita atau sejarah mereka hanya ada di ingatan atau cerita lisan saja

seperti yang akan aku gambarkan berikut, betapa tidak....suasana sangat indah, namun kami tidak bisa merekamnya....semoga tulisanku ini bisa memberikan gambaran keadaan disana.....gak usah muluk muluk, aku hanya sehari disana, pastinya banyak yang nggak sempat tertangkap mata indahku ( ehem...), secara setelah melewati jembatan perbatasan...hujan lebat menghantam kami, sungguh menakjubkan, tanjakan dengan hujan lebat, licin, terpeleset, compang camping, basah kuyup, terengah engah....dan kami masih bisa tersenyum.....bravo....kalian sangat hebat dan menyenangkan....

mendekati perkampungan kami  sudah hampir kehabisan napas, jam menunjukkan sudah pukul 17.30 WIB...busyett....sesuatu banget kami sampai di tempat kami akan menginap, di cikeusek rumah ibu dan bapak sani dengan satu anak balita. rumahnya sangat sederhana terbuat dari bambu, dan tali temali beratap ijuk,  lantainya dari bambu yang dianyam seadanya, semuanya diikat dengan tali bambu juga tanpa paku sama sekali dan pintunya juga. di tempat kami numpang  menginap ada satu kamar yang orang baduy menyebutnya "imah" yaitu kamar atau ruangan khusus untuk kepala keluarga dan isterinya sekaligus dapur sekaligus gudang, soalnya semua perkakas ada didalam satu kamar, sedang kami semua tidur berjajar di ruang panjang di depan kamar tersebut. semua rumah disini bentuknya sama, warga baduy tidak mau merubah alam, membangun rumah mengikuti kontur tanah yang ada, sehingga kelihatan bertumpuk, bahkan tiang penyangga rumah tidak ada yang sama tingginya, tergantung kemiringan tanahnya.....( ini teknologi sangat cerdas, karena rumah akan tahan gempa dan fleksible ) kebayangkan....bagaimana bingungnya aku mencari tempat bu sani, setelah dari toilet...eh toilet adalah sungai super bersih dengan batuan yang sangat berkilau. selepas makan malam yang dikirim dari baduy luar (...ya secara kami gak bawa alat masak, manja banget... ) dan menjemur aneka perkakas kami yang basah kuyup, bau lagi...ihhhh....sambil mengobrol, merenung, dan bersyukur....begitulah....ternyata duniaku lebih berwarna di luar sana......

pagipun tiba...... orang baduy luar banyak yang masuk kedalam dan menjual aneka souvenir....dan kamipun packing, bismilah...kami meninggalkan kampung ini dengan banyak pikiran yang masih menggantung, antara senang dan sedih, antara kasihan dan haru...entahlah, banyak doa bersautan semoga warga desa ini masih sabar dan tidak akan terpengaruh dengan budaya yang kami bawa kenasa, masih murni dan setia menjalankan adatnya....penuh sesal...betapa sesungguhnya kamilah yang sok pengen tau ini menjamah wilayahmu, memamerkan segala modernisasi kami kesana, mengimingi aneka cemilan ke anak penerusmu, menganggapmu tontonan.......ahh......maafkan aku.....

perjalanan turun dari pedalaman banyak dilaui dengan diam ( aslinya ngos ngosan juga )...selamat tinggal baduy, aku akan menceritakan tentangmu ......teruslah berbesar hati , karena kalian memang murni............


thanks to all team.....kalian hebat............and Backpaker Indonesia yang mewujudkan mimpiku mengunjungi negeri 1001 larangan.