Hujan deres bagai welcome drink ku mengawali
perjalanan panjang ke Wonosobo. Memang sudah tiba saatnya ...... setelah
menunggu hampir tiga bulan sejak mendaftarkan diri ikut sebuah agen
travel menuju dataran tinggi Dieng dengan tajuk Dieng Culture Vestifal 2014.
Meeting point ditentukan di deket Citos Jakarta Selatan, Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, bus belum juga berangkat, masih
menunggu peserta yang terjebak hujan, belum lagi hari itu adalah hari Jum’at
dan merupakan hari keramat bagi jalanan ibukota, macetnya bisa berlipat lipat, begitulah suka dukanya kalau backpakeran
berombongan......
Bus berjalan sangat lambat, saking lambatnya bolehlah
kita sebut “ngesot” hehehe...karena sampai jam 8 pagi keesokan harinya kami baru
sampai di Banyumas. Kebayang nggak sech gimana lapar dan bosannya kami, sesekalai melihat buku saku sambil menelan ludah
membayangkan beberapa ittenerary yang terlewat begitu saja.
Akhirnya perjalanan panjangpun berakhir jam 3 sore,
bergegas kami menuju homestay "bu atun" yang sudah di persiapkan oleh panitia DCF
Wonosobo. Homestay adalah sebuah rumah warga yang disewakan bagi wisatawan baik
lokal maupun mancanegara dengan tarif murah, plus makan pagi. Pemilik rumah
menempati bagian belakang homestay, jadi kalau ada sesuatu yang kurang tinggal
panggil ajah. lumayan bersih kondisi ruangan dan kamarnya lengkap dengan
spingbed dan selimut tebal. cuman kamar mandinya hanya satu dan itu membuat
antrian panjang para wanita.
Sejenak kemudian kami baru sadar bahwa bukan hanya
rombongan kami yang menempati homestay itu, ternyata ada sesosok cowok sudah
berkemas tidur di ujung ruangan ( hmmm...heran ), ternyata dia adalah tamu lain
yang sudah memesan homestay ini sejak dua bulan yang lalu ( aihhh...aiihhhh,
kalau gini siapa yang tanggung jawab ?? sebenarnya agak tidak nyaman juga,
secara kita para hijbers, jadi gak bisa bebas buka bukaan di dalam homestay ....
skip aja untuk adegan buka bukaan kalau gak ingin membeku ditempat, mengingat
suhu mendekati 5 derajat celcius ).
Tantangan terbesar disini adalah berwudhu, karena menyentuh
air rasanya seperti diguyur es batu ( mungkin seperti itulah rasanya ikut ice
bucket chalengger itu, yang biasa dilakukan artis-artis di instagram ). Setelah
makan pagi dicampur siang dan dimakan menjelang sore, kami bergegas menuju
kawasan pertunjukan. Berada di
ketinggian 2093 Mdpl ada beberapa candi yang berdiri kokoh dan teguh menantang
dinginya dataran tinggi deing, salah satunya adalah komplek candi Arjuna. Candi Arjuna sendiri adalah sebuah candi yang bercorak
hindu dan merupakan candi hindu tertua di Jawa, disinlah tempat pemujaan Dewa Siwa. Komplek candi ini terdiri daricandi Arjuna, candi Semar, candi Sembadra,
candi Srikandi, dan candi Puntadewa. sepanjang mata memandang jajaran pengunungan dengan angkuh mengelilingi kami, wanginya bunga terompet menjadikan sekitaran candi Arjuna semakin bernuansa mistis, sayangya kawasan candi sedang disterilkan buat acara esok hari yang merupakan acara puncak Dieng culture Festifal yaitu ruwatan rambut Gembel. sambil makan kentang goreng yang bentuknya unyu, kami melengok ke camping Ground dengan latar belakang gunung dan awan.....indah sekaleeee...mupeng camping disini.
 |
bunga terompet yang wangi |
|
 |
makan kentang goreng |
 |
desa diatas awan |
 |
camping ground |
Udara sudah semakin tajam menusuk, bergegas melewati
ladang kol kami menuju homestay untuk sholat magrib. Selesai makan malam kami
berkumpul untuk persiapan acara berikutnya yaitu menerbangkan lampion dan
melihat jazz diatas awan.
Menerbangkan lampion bukanlah hal yang mudah, perlu
kerjasama tim, dan tarraaa....lampion lampion kami mengudara memenuhi langit
pandawa malam itu, disertai kembang api yang sahut menyahut...............ada
sekitar 2500 lampion yang memerihkan festifal lampion malam itu.....
 |
berkumpul sebelum berangkat ke festifal lampion |
|
 |
khursus menyalakan lampion, susah ternayata |
|
 |
siap siap....butuh kekompakan tim agar bisa terbang |
|
 |
bisaaaaaa...... |
 |
ayooo....sudah siap terbang.... |
 |
dan....terbang....horeeee |
 |
sekali lagi.....gak bosan bosaanya |
 |
pesta kembang api memanaskan negeri pandawa |
 |
lampionku |
 |
selalu ada kamera kamera lain yang bersinar |
 |
ribuan orang menyaksikan ini |
Di areal festival lampion juga disediakan fasilitas
buat membakar jagung, lengkap dengan arang dan bara api. Kami memang
mendapatkan goodybag berisi lampion, jagung, kaos, selendang, tiket masuk, dan
gantungan kunci. Jadilah sebelum pulang kami bakar bakar jagung sebentar.....
Puas makan jagung bakar yang manis, kami menuju tempat
pagelaran jazz festival. Ahh ..musik jazz...aku bayangkan pasti akan
membosankan....ya begitulah musik jazz memiliki irama dan nada yang spesifik
dan tidak semua orang bisa menikmatinya termasuk aku. Lampu lampu sorot
menghiasi sekitar panggung yang boleh dibilang sederhana. Ahh... lagi lagi aku
salah.....perpaduan alat tradisonal dan modern sangat enak didengar, ribuan
penonton terhipnotis termasuk aku. Kami semua bersila diatas rumput dengan
jaket tebal, sarung tangan, dan bahkan berbelit sarung, tidak ada kemewahan
disini, tidak ada kelas vip atau kelas festifal yang membedakan, kami semua bercampur
menikmati romantisnya bumi para dewata malam itu. Rasanya seperti enggan beranjak, demi melihat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, kami harus bergegas kembali
ke homestay untuk istirahat sebelum mendaki ke puncak sikunir dini hari nanti.
 |
jazz diatas awan.......hmmmmm |
|
Tidur di dalam homestay gak kalah menantangnya, suhu
mendekati 5 derajad membuat selimut super tebal dan jaket seperti tak berguna.
tiba tiba alarm berbunyi menunjukkan pukul 1 dini hari, kami berkemas sambil
menggigil...hehehehehheeh...polah tingkahnya lucu lucu, ada yang berjingkat
jingkat, ada yang teriak teriak ada yang senam senam tanpa arah. Kami berkumpul
di meeting point dengan persenjataan lengkap, maksudku persenjataan melawan
dingin,...qiqiqiqiqi....jilbab double 2, t-shirt panjang doubel 2, jaket doubel
2, kaos kaki doubel 2, sepatu dan masih ditambah kupluk dan slayer...bayangkanlah betapa gembulnya diriku....sayang gan ambil gambar untuk yang ini...qiqiqiiqiqi
Sampai jam 2 dini hari, panitia, guide dan sopir bus belum pada
nongol. Rupanya mereka ketiduran. Akhirnya keberangkatan ke puncak sikunir molor
sampai jam 3.15 pagi. Setelah briefing sebentar kami ber 30 berangkat naek bus
ke desa tertinggi di pulau jawa yaitu desa sembungan, merupakan desa tarkhir sebelum pendakian. mengapa puncak sikunir sangat terkenal sekarang ini, tak lain karena golden sunrise nya sangat indah, denger denger sech terindah no 3 se asia, bromo saja lewat...katanya...hehehheheheeh
Jalur pendakian ke gunung sikunir sebenarnya tidaklah
terlalu jauh, sekitar 800 meter dari desa terakhir, namun karena pengunjung
sedang banyak banyaknya, ada sekita 5000 orang menadki dalam waktu yang
bersaaan, kebayangkan sesak dan berjubelnya jalur pendakian, asli...tanah abang
aja lewat...
 |
briefing sebelum pendakian |
 |
jalur pendakian yang berjubel |
Ada sedikit hambatan bahkan sebelum memulai pendakian,
yaitu sebagian rombongan kami merasa akan sia sia mendaki dengan kondisi sesesak ini, khawatir tidak akan mendapat golden
sunrise dan akan ketinggalan ruwatan rambut gembel esok pagi. Akhirnya sebagian
besar rombongan kami menutuskan turun ( alias balik kucing, kacau wooii.... ).
Namum karena ada beberapa peserta rombongan yang sudah terlanjur naek, beberapa
dari kami menyusul keatas, bagaimanapun mereka adalah anggota rombongan, gak
mungkin ditinggal ( solusi cerdas oleh TL kami ). Memanfaatkan kesempatan itu
aku ngikut keatas berniat menyusul anggota rombongan yang sudah naek duluan.
aku seberanya bukanlah seorang traveller yang tergila gila sunrise ataupun
sunset, mendaki bukanlah melulu untuk sebuah sunset, puncak bukanlah segala
galanya seperti yang sudah sering saya tulis, perjalananlah yang membuat berarti.
Menaklukkan ego sendiri adalah pelajarannya....hmmmm...
Semburat merah jingga di awan sudah mulai muncul,
bahkan sebelum kami sampai di puncak sikunir, karena merambatnya jalan, kami
tak berputus asa, terus maju menuju puncak sambil mencari cari anggota
rombongan yang tercecer. dan inilah puncak sikunir dengan ketinggian 2350 Mdpl dan tidak seberapa luas, penuh sesak oleh
pendaki, saat semburat mulai mencerah, seperti para penggemar yang bertemu
artis pujaan, sorak sorai terdengar begemuruh sambil mengangkat segala macam
alat perekam baik kamera hp ataupun kamera lainnya....persis konser yang ada di
tv tv....
 |
puncak sikunir dan penggemar golden sunrise |
 |
semburan orange itu lho...yang bikin speechless |
 |
sudut yang lain |
 |
menjelang terbit |
 |
top banget |
 |
itu lho...sudah mengintip mataharinya |
 |
lihatlah...sesaknya jalur pendakian |
 |
golden sunrise |
Setengah jam di puncak, kami tidak juga bertemu
rombongan, akhirnya kami putuskan turun....di sesaknya jalur turun itulah kami
bertemu 2 anggota yang hilang....akhirnya...pekerjaan selanjutnya tinggal mencari yang 3 lagi (
anggota yang harus kami temukan adalah 5 orang ). Sambil berjalan turun sunrise
sikunir benar benar muncul....indahnya....bersyukur jalanan macer, karena kami
bisa berlama lama menikmatinya. Perjalanan pulang tak kalah macetnya,
alhamdulillah kami menemukan 3 anggota lainnya di pelataran parkiran. Dan kami
melanjutkan perjalanan dengan naek ojek, biar tidak ketinggalan acara
berikutnya.
 |
danau cebong, view turun dari sikunir |
 |
harmony yang indah |
 |
narsis dulu di desa diatas awan |
Jam 9 pagi kami sampai di homestay, bergegas sarapan,
mandi dan ganti kostum, langsung menuju pelataran candi arjuna untuk mengikuti
prosesi pemotongan rambut gembel. Suasana
sudah sangat ramai, semua penonton berdesak desakan, apalagi pintu gerbang
pelataran candi belum juga di buka. Seletah berpeluh dan mengomel panjang dan
lebar..dan waktu sudah menunjukkan jam 11 siang, satu persatu alat upacara diarak masuk ke
pelataran candi, kemudian disusul anak anak yang berambut gimbal di panggul
orang tuanya memasuki pelataran candi, beberapa saat kemudian giliran kami
berbondong bondong memasuki pelataran candi, ada sekitar 10.000 pengunjung hari
itu yang akan mengikuti prosesi pemotongan rambut gimbal. Begitulah modernisasi
menjadi alat mudah untuk mensosialisasikan suatu tradisi, dahulu kala
pemotongan rambut gimbal atau rambut gembel dilakukan oleh orangtua si anak
secara pribadi dengan hanya mengundang beberapa tetangga. Sekarang sudah
menjadi sebuah fenomena yang dikemas dalam balutan paket wisata.
Anak berambut gembel biasa disebut sebagai anak bajang
titipan dari ratu kidul atau ratu selatan dan titisan dari Nini Rance Kala Prenye untuk anak bajang berambut gembel perempuang, dan titisan dari Eyang Agung Kala Dente untuk anak bajang berambut gembel laki laki. Fenomena yang
menyelimuti anak berambut gembel sangatlah mengusik rasionalitasku sebagai
warga modern, bagaimana tidak permintaan si anak bajang harus dituruti oleh
orang tuanya, jika tidak rambut si anak akan kembali gembel walau sudah dicukur
berkali kali, fenomena gaib juga menyelimuti si anak gimbal ini yaitu mereka
memiliki indera keenam dan kemampuan supranatural. Begitulah memiliki anak berambut gimbal bagai dua
sisi mata uang bisa jadi mendapat berkah dan beban,
berkahnya usaha yang dilakukan keluarga yang anaknya berambut gembel lebih
cepat maju jika mengikuti perkataan dari anaknya, bebannya anak akan sering
sakit apalagi saat rambut gembelnya tumbuh menanjang.
Rambut gembel biasanya
mulai numbuh disaat uasia anak mencapai satu tahun yang disertai dengan sakit
panas luarbiasa, dan rambut tersebut akan selalu tumbuh menggembel kalau tidak
diruwat, ruwatan juga harus sepersutujuan si anak biasanya disertai dengan
permintaan, permintaan si anak juga macam macam ada yang lucu dan ada yang
membutuhkan biaya besar.
Prosesi ruwatan dimulai dengan doa doa yang dirapal
oleh pemilik adar dieng untuk keselamatan si anak, si anak yang sudah dibebat
dengan kain mori putih akan diarak berkeliling kawasan dieng disertai barang
permintaanya dan beberapa sesaji di kirap oleh kesenian dan tari tarian. Si
anak kemudian singgah di sendang sedayu deket komplek candi untuk mengambil air
jamasan, kemdian dimandikan rambut gimbalnya dengan air dari sejumlah mata air,
selanjutnya diarak ke pelataran candi untuk dipotong rambut gembelnya oleh
pemuka adat setempat.
Setelah selesai, uborampe akan didoain dan dibagikan
kepada semua pengunjung, acara akan ditutup dengan pelarungan rambut gembel ke
laut selatan.
 |
si anak bajang dipanggul bapaknya, penonton berebutan memberi hadiah |
 |
sepeda sebagai permintaan si anak bajang |
 |
uborampe ini akan dioain, nanti akan dibagi ke semua pengunjung |
 |
prosesi pemotongan rambut gimbal oleh pejabat berwenang |
 |
rambut gimbal berhasil dipotong |
 |
muka si anak bajang menjadi cerah setelah rambut gimbalnya di potong |
 |
mendapat amplop setelah pemotongan rambut |
 |
antusiasme warga dan wisatawan memadati pelataran candi Puntadewa |
Fyuuuhhh...panas menyengat, tengah hari saat pemotongan terakhir rambut gimbal, tanpa menunggu rebutan uborampe saya
sudah langsung kabur ke homestay, untuk packing bersiap siap ke tujuan
berikutnya.
sayang sekali karena alasan jalanan sangat macert dan alasan lain yang kurang
jelas, semua agenda diurungkan, dan jam 16.00 wib kamu resmi pamit dan meninggalkan
wonosobo.
Sepanjang perjalanan ke Jakarta aku hanya tidur sampai Jakarta sudah jam 09.00 wib, diiringi gerutuan para anggota se bus,
secara pasti satu bus telat ngantor........ Begitulah akhir dari perjalanku ke dieng
negeri para dewa.
Banyak pelajaran, banyak makna, banyak cerita, akan
selalu berbeda ....mau keman dimana kita berjalan jalan pasti akan terasa seru
dan meyenangkan asal kita sendiri yang membuatnya demikian.
Terimakasih teman......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar